skizofrenia & Sikzotipal


2.1. Skizofrenia
2.1.1.      DEFINISI
                  Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)
                  Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
                  Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif, 2006).
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif.  

2.1.2.      JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Terdapat berbagai macam skizofrenia, yaitu sebagai berikut:
1.     Jenis Paranoid
Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita mudah tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya waham kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema lainnya disertai juga dengan halusinasi yang berkaitan.
2.      Jenis hebrefenik
Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.
3.      Jenis katatonik
Yaitu jenis skizofrenia yang timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, biasanya akut serta didahului oleh stres emosional. Skizofrenia jenis ini melibatkan aspek psikomotorik. Skizofrenia jenis katatonik terbagi menjadi 2, yaitu:
a.       Stupor Katatonik, merupakan gangguan di mana penderita  tidak menunjukkan perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang muncul di antaranya adalah mutisme (kadang-kadang mata tertutup) dan muka tanpa mimik
b.      Gaduh Gelisah Katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik di mana terdapat hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi dan rangsangan dari luar.
4.      Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
5.      Depresi pasca-skizofrenia
6.      Skizofrenia Residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses berpikir, gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan psikomotor. Namun, tidak ada gejala waham dan halusinasi. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
7.      Skizofrenia simplex
Yaitu skizofrenia yang sering timbul pertama kali pada masa pubertas (pada beberapa kasus). Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya ditemukan, waham dan halusinasinya jarang sekali ada.
8.      Skizofrenia Lainnya
9.      Skizofrenia YTT
10.  Jenis Skizo-Afektif
Yaitu jenis skizofrenia yang selain gejala-gejalanya yang menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania menyertai. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek tetapi mungkin juga seringkali timbul lagi.
2.1.3.      SEBAB-SEBAB (BIOPSIKOSOSIALSPIRITUAL)
Ada beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia. Adapun teori-teori tersebut seperti tersebut di bawah ini:
1.      Teori Neurotransmitter
Di dalam otak manusia terdapat berbagai macam neurotransmitter, yaitu substansi atau zat kimia yang bertugas menghantarkan impuls-impuls saraf. Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Dua di antaranya yang paling jelas adalah neurotransmitter dopamine dan serotonin. Berdasarkan penelitian, pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan peningkatan kadar dopamine dan serotonin di otak secara relatif.
Menurut Mesholam Gately et.al dalam jurnal Neurocognition in First-Episode Schizophrenia: A Meta Analytic Review (2009), gangguan neurokognisi adalah fitur utama pada episode pertama penderita skizofrenia. Gangguan tersebut membuat sistem kognisi tidak dapat bekerja seperti kondisi normal.
2.      Teori Genetik
Diduga faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Walaupun demikian, terbukti dari penelitian bahwa skizofrenia tidak diturunkan secara hukum Mendeell (jika orang tua skizofrenia, belum tentu anaknya skizofrenia juga).
Sampai saat ini, belum ada hal yang pasti mengenai penyebab skizopfrenia. Namun demikian peneliti-peneliti meyakini bahwa interaksi antara genetika dan lingkungan yang menyebabkan skizofrenia.
Penelitian lain dari Clarke et al yang berjudul Evidence for an Interaction Between Familial Liability and Prenatal Exposure to Infection in the Causation of Schizophrenia (2009), menyebutkan bahwa Komplikasi kelahiran dan keluarga yang memiliki resiko psikotik terbukti menyebabkan skizofrenia dengan persentase resiko 38% - 46%.
3.      Predisposisi Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12 %
4.      Abnormalitas Perkembangan Syaraf
Penelitian menunjukkan bahwa malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf dan diidentifikasi sebagai resiko yang terus bertambah, meliputi individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua, individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan, dan penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa anak-anak.
5.      Abnormalitas Struktur dan aktivitas Otak
Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, teknik pencitraan otak (CT, MRI, dan PET) telah menujukkan adanya abnormalitas pada struktur otak yang meliputi pembesaran ventrikel, penurunan aliran darah ventrikel, terutama di korteks prefrontal penurunan aktivitas metaolik di bagian-bagian otak tertentu atrofi serebri. Ahli neurologis juga menemukan pemicu dari munculnya gejala skizofrenia. Pada para penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak yang berfungsi sebagai penukar informasi mengenai lingkungan dan bentuk impresi mental jauh lebih tidak aktif dibanding orang normal.
6.      Ketidakseimbangan Neurokimia (neurotransmitter)
Skizofrenia memiliki basis biologis, seperti halnya penyakit kanker dan diabetes. Penyakit ini muncul karena ketidakseimbangan yang terjadi pada dopamine, yakni salah satu sel kimia dalam otak (neurotransmitter). Otak sendiri terbentuk dari sel saraf yang disebut neuron dan kimia yang disebut neurotransmitter.
Penelitian terbaru bahkan menunjukkan serotonin, norepinefrin, glutamate, dan GABA juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia. Majorie Wallace, pimpinan eksekutif yayasan Skizofrenia SANE, London, berkomentar bahwa, di dalam otak terdapat miliaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel lainnya. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitter yang menbawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak penderita skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Biasanya mereka mengalami halusinasi.
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya.
Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Gejala lain adalah menyesatkan pikiran atau delusi, yakni kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu lalu lintas di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa.
7.      Proses Psikososial dan Lingkungan
Proses psikososial dan lingkungan juga sangat berpengaruh untuk menyebabkan skizofrenia. Setiap orang pada umumnya memiliki kecenderungan untuk skizofrenia 1%.  Pada individu yang memiliki hubungan dekat dengan seseorang yang terjangkit skizofrenia, kecenderungannya sekitar 10%. Jika seseorang hidup dalam lingkungan yang mendukung asosial, kemungkinan seseorang untuk mengidap skizofrenia tinggi. Namun bila seseorang hidup dalam lingkungan yang terbuka, walaupun secara genetik dia memiliki kecenderungan skizofrenia, hal itu bisa diminimalisisr bahkan dihilangkan.

2.1.4.      GEJALA
Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh berbagai sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder IV-TR, gejala khas skizofrenia berupa adanya:
1.      Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien atau masyarakat umum)
2.      Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
3.      Pembicaraan kacau
4.      Perilaku kacau
5.      Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi, kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)
Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR (2008) adalah munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan, tidak termasuk gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis, dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol selama paling tidak 1 bulan.  

2.1.5.      PEDOMAN DIAGNOSTIK BERDASARKAN PPDGJ III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b. – Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
* adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik dengan kemunduran stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5 remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang dari satu tahun.
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
- Sebagai tambahan :
* Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
- Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
- Keadaan paranoid involusional (F22.8)
- Paranoid (F22.0)
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
- Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
- Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
(1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.’
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:
(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
- Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari: (1) gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan (2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
- Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia lainnya.



2.1.6.      TERAPI
1.      Terapi Biologis/Medis
Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti mengendalikan syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu orang untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi delusi atau halusinasi. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala positif (delusi, halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah, obat ini dapat mempengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi. Fungsi neuroleptics adalah antagonis dopamin. Seperti diketahui bahwa jumlah dopamine yang berlebihan menjadi pemicu munculnya skizofrenia.
Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa penggunaan milnacipran mampu menghambat afek negative skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan asocial. Kasus ini terjadi pada penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di rumah sakit jiwa (Hoaki et al, 2009)
2.      Terapi Keluarga
Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam pengobatan. Pada umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan kolaborasi antara pasien, keluarga, dan dokter atau psikolog. Melalui psikoterapi ini, maka pasien dibantu untuk  melakukan sosialisasi dengan lingkunganya. Keluarga dan teman merupakan pihak yang juga sangat berperan membantu pasien dalam bersosialisasi. Dalam kasus skizofrenia akut, pasien harus mendapat terapi khusus dari rumah sakit. Kalau perlu, ia harus tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa lama sehingga dokter dapat melakukan kontrol dengan teratur dan memastikan keamanan penderita.
3.      Terapi Psikososial
Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak negatif pada kemampuan orang untuk berinteraksi dengan orang lain. Meskipun tidak sedramatis halusinasi dan delusi, masalah ini dapat menimbulkan konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha mengajarkan kembali berbagai keterampilan sosial seperti keterampilan percakapan dasar, asertivitas, dan cara membangun hubungan pada penderita skizofrenia. Klien juga diberikan terapi okupasi sebagai bagian untuk membantu mereka melaksanakan tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari (Smith, Bellack, dan Liberman, 1996; Durand dan Barlow, 2007)

2.2.      Gangguan Sikzotipal
2.2.1.      Pengertian
Skizopital adalah gangguan kepribadian dengan berkurangnya kemampuan untuk melaksanakan hubungan interpersonaldistorsi kognitif sehingga mengakibatkan keanehan berbicara, berperilaku dan berpenampilan.
 Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir selalu bermasalah dengan orang lain dan bersikap tidak ramah kepada siapapun. Kebanyakan dari individu dengan gangguan kepribadian ini hidup dalam kesendirian, hal ini disebabkan lingkungan sekitar yang mengisolasinya. Akibatnya, penyimpangan persepsi mengenai bentuk hubungan interpersonal akan terus berkembang dalam diri individu itu. Selanjutnya, ia akan menunjukkan perilaku yang aneh, respon yang tidak tepat dalam bersosialisasi dan sifat-sifat yang tidak lazim.
Kemunculan gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal memasuki masa dewasa dan terus berkembang sepanjang masa hidupnya. Seperti gangguan kepribadian lainnya, gangguan kepribadian skizotipal disebabkan perilaku dan pengalaman yang tidak tepat pada masa kanak-kanak, sebagian besar dari gangguan tersebut disebabkan oleh kesulitan dalam beradaptasi dan pengalaman terhadap penanganan distres.
Diantara individu yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal diantara mengalami gangguan dan kesulitan dalam memori, belajar dan perhatian (konsentrasi). Beberapa gejala kemunculan gangguan tidak diikuti gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi, beda halnya pada gangguan skizofrenia yang disertai gejala psikotik secara keseluruhan dan intens.  Gangguan ini berjalan secara kronis dengan intensitas yang fluktuatif, kadang-kadang berkembang menjadi skizofrenia.
2.2.2.      Faktor Penyebab
Seperti jenis gangguan kepribadian lainnya, kemunculan gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal kanak-kanak, berkisar antara tahun pertama dan kedua masa perkembangan. Kurangnya perhatian terutama pengenalan emosi, meskipun anak itu tumbuh secara sehat. Kurangnya stimulasi sosial dari orangtua anak akan belajar menghindari dengan sendirinya dan tidak mencari kesenangan diluar lingkungan rumahnya.
Pada masa perkembangan, anak akan melewati beberapa tahap-tahap kesiapan sosial dan belajar menempatkan ekspresi emosi secara tepat (interaksi interpersonal) dengan orang lain. Anak yang mengalami gangguan skizotipal akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi, mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis, tidak dapat melepaskan diri atau berpikir hal-hal yang berkenaan dengan magis, dan bahkan paranoid. Perilaku nyata nampak pada sikap anak yang membentengi dirinya dari rasa curiga ketika digoda (diganggu) atau ketika mendapatkan perlakuan tidak adil/kasar.
Beberapa ahli memperkirakan anak-anak rentan (child abusive), anak yang mengalami penolakan diri dari lingkungan sekitar, atau stres yang mengakibatkan disfungsi otak tumbuh mengarah pada kemunculan gejala gangguan skizotipal. Faktor genetik dan lingkungan ikut membantu berkembangnya gangguan ini dikemudian hari.
Keluarga, faktor keturunan keluarga (orangtua) yang memiliki gejala skizofrenia dapat menjadi suatu kondisi adanya gangguan skizotipal pada anak, faktor-faktor dalam keluarga lainnya yang memberi kontribusi gangguan kepribadian ini adalah kekerasan dan penolakan terhadap anak.

2.2.3.       Manifestasi klinis
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir selalu berbicara tidak teratur ketika ia hendak membicarakan suatu hal dan memandang sekelilingnya secara ekstrim. Kadang mereka juga mempercayai bahwa mereka mempunyai kekuatan supranatural, indera ke enam atau kekuatan magis lainnya yang dapat mempengaruh pikiran, perilaku dan emosi orang lain.
Kemunculan kepribadian skizotipal di masa dewasa dapat diakibatkan masa-masa sebelumnya (anak-anak) dimana individu hidup dalam kesendirian tanpa orangtua atau anggota keluarga yang mendampingi, kehidupan sosial yang penuh kecemasan juga dapat menimbulkan gangguan ini.
Beberapa simtom gangguan kepribadian skizotipal;
- Pemahaman yang tidak tepat terhadap kejadian-kejadian dimana individu beranggapan bahwa kejadian tersebut mempunyai makna tersendiri bagi dirinya atau orang lain
- Mempunyai pikiran, kepercayaan dan perilaku yang aneh, eksentrik dan bertentangan dengan norma-norma yang ada.
- Mempercayai bahwa dirinya mempunyai kekuatan spesial seperti telepati, indra keenam, dan sebagainya yan berhubungan dengan paranormal
- Pengalaman imajinasi seperti adanya ilusi terhadap tubuhnya
- Kesulitan dalam mengikuti pembicaraan atau berbicara aneh-aneh
- Adanya kecemasan dalam situasi sosial dan pikiran-pikiran paranoid, serta penilaian negatif terhadap dirinya sendiri
- Minim respon emosi dan perasaan-perasaan (afektif) dalam dirinya
- Sedikit mempunyai teman akrab
2.2.4.      Pedoman Diagnostik Gangguan Skizotipal
 Terdapat tiga atau lebih gejala khas tersebut di bawah ini secara terus menerus atau episodik, dan paling sedikit dua tahun lamanya.
1. Ekspresi afektif tak wajar/ menyempit/”constricted” (individu tampak dingin dan tak bersahabat)
2. Perilaku atau penampakan yang aneh, eksentrik atau ganjil.
3. Hubungan sosial yang buruk dan tendensi menarik diri.
4. Kepercayaan yang aneh atau pikiran yang magis.
5. Kecurigaan atau ide paranoid.
6. Pikiran obsesif yang sering dengan isi yang bersifat dismorfofobik, seksual, atau agresif.
7. Persepsi yang tak lazim, termasuk mengenai tubuh atau ilusi-ilusi lainnya, depersonalisasi, atau derealisasi.
8. Pemikiran yang samar-samar, sirkumstansial, penuh kiasan, sangat terinci dan ruwet, atau stereotipik, yang bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh tetapi tanpa inkoheren yang nyata.
9. Sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaan psikotik yang bersifat sementara dengan ilusi, halusinasi auditorik atau lainnya, dan gagasan mirip waham, biasanya tanpa provokasi dari luar.
Individu harus tidak pernah memenuhi kriteria skizofrenia dalam stadium manapun
Suatu riwayatsikzofrenia pada salah seorang anggota keluarga terdekatmemebrikan bobot tambahan utuk didiagnosis ini, tapi bukan merupakan suatu persyaratan.
Termasuk:
ü  sikzofrenia amabang
ü  Sikzofrenia laten
ü  Sikzofrenia peusedonerotik
ü  Gangguan kepribadian sikzotipal

2.2.5.      Pengobatan Gangguan Kepribadian Skizotipal
Kesulitan yang dihadapi para ahli terapi sama dengan penanganan penderita Gangguan Kepribadian Paranoid dan Gangguan Kepribadian Skizoid.

Terapi yang dilakukan yaitu dengan membantu penderita untuk me-reconnect dengan mengamati kekuatan dan keterbatasan proses berpikirnya. Sedangkan obat antipsikotik dapat membantu penderita mengurangi masalah gangguan proses berpikirnya.
·         Medikasi
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan gangguan kepribadian ini, dokter menganjurkan obat antidepressant atau antipsikotik bila individu tersebut juga mengalami gangguan kecemasan, depresi atau gangguan mood lainnya. Obat risperidone (Risperdal) dan olanzapine (Zyprexa) diberikan bila individu mengalami penyimpangan (gangguan) dalam berpikir.

·         Psikoterapi


Behavioral therapy
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal membutuhkan kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, ia membutuhkan teknik-teknik baru untuk melakukan pendekatan dengan orang lain. Terapis mengajarkan bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan berekspresi secara tepat. Individu juga diajarkan bagaimana mengatur suara atau berbicara ketika berhadapan dengan orang lain.

Cognitive therapy
Dalam terapi ini individu belajar untuk merespon dan dilatih untuk fokus terhadap suatu masalah dari pikiran-pikiran menganggu. Terapi ini juga melatih individu untuk memisahkan masalah-masalah sosial yang membingungkan dari pikiran-pikirannya sendiri terutama dari hal-hal yang membuat individu mengelak dari situasi interpersonal.

Family therapy
Terapi dapat efektif bila semua anggota keluarga dilibatkan, konselor atau ahli terapi dilibatkan secara langsung dalam keluarga dapat mengurangi letupan amarah dan menjaga hubungan emosional antar sesama anggota keluarga. Terapi ini juga dapat meningkatkan moral dalam keluarga.



DAFTAR PUSTAKA
Healt Infoku,http://appinet.blogspot.com/2010_05_01_archive.html, 23 Oktober 2012 18.20
Gangguan Psikotipal, http://id.scribd.com/doc/52693479/skizotipal, 23 Oktober 2012 20.00
Masli, Rusdi, Dr.2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
Yosep, Iyus,S.Kp.,Msi.2009.Keperawatan Jiwa.Bandung: Refika Aditama
Seminar Skizofrenia komplit


Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Sweet Heart... - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger